Membaca Al-Quran Bagi Wanita Haid
Oleh: Masyhari, Lc., M.H.I*
MEMBACA al-Qur’an merupakan suatu ibadah yang utama di dalam Islam. Hal ini karena al-Qur’an oleh umat Islam diyakini sebagai Kalam Tuhan. Sehingga, membaca Al-Qur’an adalah munajat kepada Ar-Rahman (Ibnu Badris Ash-Shanhaji, 32). Ketika seorang membaca al-Qur’an, berarti ia sedang berbicara dengan Tuhan. Disebutkan dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, bahwa tiada media pendekatan diri kepada Allah yang terbaik, selain sesuatu yang keluar dari-Nya.” Yang dimaksud dengan “yang keluar dari-Nya” tiada lain adalah al-Qur’an.
Senada dengan itu, Khabbab sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qurthubi, menyatakan bahwa media yang paling disukai-Nya adalah dengan Kalam-Nya, yaitu al-Qur’an (Ibnu Badris Ash-Shanhaji, 31).
Bahkan, di dalam satu hadis Qudsi Allah SWT berfirman, “Siapa yang disibukkan dengan membaca al-Qur’an, sehingga ia tidak sempat meminta kepadaku, Aku akan memberinya sesuatu terbaik dari yang diminta para hamba-hamba-Ku. Keutamaan Kalam Allah di atas pembicaraan lain layaknya keutamaan Allah di atas makhluk-Nya.”
Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman menyebutkan satu hadis Nabi Saw, bahwa membaca al-Qur’an di luar salat itu lebih baik daripada tasbih dan takbir. Ini menunjukkan bahwa membaca al-Qur’an merupakan media zikir lisan yang terbaik, setelah salat tentunya.
Keutamaan lainnya yaitu dari sisi pahala yang dijanjikan. Rasulullah bersabda, “Siapa yang membaca kitab Allah, ia mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan dilipatgandangan menjadi sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan “Alif Lam Mim” satu huruf. Akan tetapi, Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” Bisa kita bayangkan, betapa banyak kebaikan yang kita peroleh dengan membaca al-Qur’an, bila kata Nabi satu huruf saja dihitung sebagai sepuluh kebaikan. Utamanya lagi, ini adalah bulan Ramadan, bulan dilipatgandakannya pahala. Subhanallah. Membaca al-Qur’an sungguh ibadah yang menakjubkan.
Hanya saja, ketika membaca al-Qur’an ada adab dan syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang, yaitu tidak boleh menyentuh mushaf al-Qur’an kecuali dalam kondisi suci dari hadas besar ataupun kecil. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama (Imam Abu Hanifah, Imam Maliki & Imam Syafi’i). Pendapat ini berdasarkan penafsiran Al-Muthahharun dalam surat al-Waqi’ah ayat 79 dengan “orang-orang yang telah bersuci. Sehingga, ayat tersebut diartikan, “Tidak boleh menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali bagi orang-orang yang telah bersuci.” Pendapat mayoritas ulama diperkuat dengan hadis Nabi yang menyatakan, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an, kecuali orang yang telah bersuci.”
Pendapat berbeda dikemukakan oleh kalangan Zhahiriyyah (tekstualis) yang menafsirkan al-muthaharun dengan para malaikat. Selain itu, redaksi “tidak” dalam ayat tersebut diartikan sebatas informasi yang menafikan, bukan sebuah larangan yang harus ditinggalkan.
Demikian detail hukum menyentuh mushaf al-Qur’an dan perbedaan pendapat yang ada, dimana menurut mayoritas ulama, hukumnya tidak boleh.
Hukum Membaca Al-Qur’an Bagi Yang Berhadas
Mayoritas ulama menyatakan boleh hukumnya membaca Al-Qur’an bagi yang berhadas kecil, dengan syarat tanpa menyentuh mushaf Al-Qur’an.
Lantas bagaimana hukum membaca al-Qur’an bagi orang yang sedang junub, haid dan nifas, dimana mereka termasuk yang sedang berhadas besar?
Para ulama berbeda pendapat terkait hukum membaca al-Qur’an bagi orang yang tidak suci dari hadas. Menurut mayoritas ulama, termasuk Imam Syafi’i di dalamnya, tidak boleh membaca al-Qur’an bagi orang yang berhadas besar secara umum.
Sebagian ulama lainnya, yaitu Mazhab Maliki, membedakan antara wanita haid dan yang sedang junub. Menurut Imam Malik, wanita haid boleh membaca Al-Qur’an, dengan syarat tanpa menyentuhnya. Sedangkan orang yang junub tidak boleh membacanya (Ibnu Rusyd, 2006: 45).
Pendapat Imam Malik ini dianggap lebih tepat dan maslahat bagi seorang wanita yang sedang haid, dimana masa haid cukup panjang. Hal ini berbeda dengan orang yangs edang junub, menghilangkan hadas besar cukup dengan mandi besar. Namun, Imam Malik mensyaratkan bacaan orang haid dengan tanpa menyentuh Al-Qur’an. Sebab, sebagaimana disebutkan di atas, menurut mayoritas ulama, orang yang berhadas, baik kecil maupun besar, tidak diperkenankan menyentuh mushaf Al-Qur’an.
Bagi mereka yang hafal al-Qur’an, pendapat Imam Malik ini mudah untuk dilakukan. Lantas bagaimana dengan yang tidak hafal al-Qur’an?
Bagi yang tidak hafal al-Qur’an, ia bisa membaca Al-Qur’an melalui kitab-kitab tafsir, dimana persentase muatan tafsirnya lebih dominan daripada ayat al-Qur’an.
Selain itu, ia bisa membaca al-Qur’an melalui aplikasi Mushaf al-Qur’an di smartphonenya. Sebab, aplikasi mushaf al-Qur’an di HP bukanlah mushaf al-Qur’an. Selain itu, bagi yang tidak punya HP, bisa pula membaca al-Qur’an tanpa harus memegang mushaf.
Bagi yang mengikuti mazhab Syafi’i yang tidak membolehkannya, solusianya adalah dengan cukup menyimak bacaan al-Qur’an orang lain, baik secara langsung ataupun melalui audio rekaman digital di hp atau media lainnya.
Kendatipun para ulama berbeda pendapat terkait hukum membaca al-Qur’an bagi wanita haid dan nifas, mereka sepakat keharaman membaca al-Qur’an bagi orang yang sedang junub, sampai ia mandi. Sekedar info tambahan, yang dimaksud dengan junub yaitu hadas besar yang disebabkan oleh keluarnya mani atau bersebadan. Wallahu a’lam bis shawab.
Cirebon, 29 April 2020
*Penulis adalah Sekretaris PC ISNU Kabupaten Cirebon, dosen Ilmu Fikih STAI Cirebon