Titip Warga Miskin
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) pertama kali ditemukan di Kota Wuhan China. Virus ini kemudian secara cepat menyebar di dua ratus tiga negara lintas benua. World Health Organization (WHO) kemudian menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global, karena penyebaran penularannya begitu cepat, hingga ke kawasan yang jauh dari pusat wabah.
Di Indonesia, pertama kali kasus infeksi penularan secara resmi diumumkan oleh Presiden Jokowi pada awal Maret 2020, yaitu dua warga depok Jawa Barat dinyatakan positif terinfeksi setelah sebelumnya melakukan kontak dengan warga Negara Jepang yang terdeteksi Corona. Presiden kemudian menetapkan Covid-19 sebagai penyakit yang menimbulkan darurat kesehatan di masyarakat. Hal ini dituangkan dalam bagian kesatu Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Disease 2019 (Covid-19) yang diterbitkan tanggal 31 maret 2020.
Sebagai bentuk tindak lanjut atas penetapan tersebut, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) sebagai turunan atas undang-undang nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
Dalam hal pemerintah daerah menginginkan adanya pembatasan sosial berskala besar yang perlu dilakukan adalah meminta persetujuan menteri kesehatan dengan didasarkan pada pertimbangan epidemiologis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Hal tersebut telah diatur dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020. Kementrian kesehatan membuat ketetapan di daerah, selanjutnya pemerintah daerah tinggal mematuhi dan melaksanakannya.
Dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar, maka pemerintah pusat wajib memperhatikan kebutuhan dasar penduduk di daerah, seperti pelayanan kesehatan,kebutuhan pangan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Secara teknis, kewenangannya dilakukan oleh pemerintah Daerah. Selanjutnya Pemda bisa membantu mengalokasikan dana dari APBD seperti diatur Permendagri Nomor 20 tahun 2020 pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah perlu memprioritaskan penggunaan APBD untuk antisipasi dan penanganan dampak penularan Covid-19. Hal ini diperkuat oleh peraturan Menteri Keuangan Nomor 19/PMK.7/2020 Pasal 3 ayat (1) Pemerintah Daerah wajib menganggarkan belanja wajib bidang kesehatan yang besarannya telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dalam APBD dan/atau Perubahan APBD.
Ditegaskan pula dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 Pasal 4 ayat (1), bahwa Gubernur/Bupati/walikota dalam mengajukan permohonan pembatasan sosial berskala besar kepada pemerintah harus disertai data peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, kejadian transmisi lokal. Pasal 9 ayat (2) menyebutkan bahwa penetapan pembatasan sosial berskala besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaringan pengaman sosial untuk rakyat terdampak dan aspek keamanan.
Semua ketentuan di atas menjelaskan bahwa pemerintah daerah, sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat, sebagai pelayan publik hadir memberikan perlindungan kepada masyarakat dan tidak membiarkan masyarakat yang kehidupan sehari-harinya sudah sulit menjadi semakin sulit, dengan dalih tidak ada atau belum ada anggaran.
Pembatasan sosial berskala besar tentu saja akan menimbulkan dampak, terutama dalam bidang ekonomi. Yang paling merasakan dampak dari kebijakan tersebut tentunya masyarakat miskin. Oleh karena itu, pemerintah daerah dapat mengatasi dampak kemiskinan tersebut dengan tepat dan cepat. Apalagi sekarang ini masyarakat akan menghadapi bulan Ramadhan dan idul fitri. Pemerintah harus bisa menjamin kebutuhan dasar hidup terutama masyarakarat miskin, dengan menjamin ketersediaan bahan-bahan pokok dan stabilitas harganya. Ini adalah esensi kehadiran negara yang diselenggarakan pemerintah dalam melindungi segenap warganya.
Dalam konteks Kabupaten Cirebon yang terdiri dari 40 kecamatan, 12 kelurahan dan 412 desa dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa, tentu saja diperlukan strategi jitu serta penanganan yang komprehensif dan benar-benar bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat miskin, khususnya yang terdampak Virus Corona.[]
*Ditulis oleh Slamet Supriyadi, wakil Sekretaris PC ISNU Kabupaten Cirebon & Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sultan Agung (Unissula) Semarang